Tuesday, 28 March 2023

Manusia dan Lakon

Dalam sebuah sociaty, adalah beberapa lakon (peran) yang diambil oleh setiap indivdu, mulai dari peran protagonis, antagonis, melankonis, komika, tragika, dll. Mungkin kesimpulan besrnya adalah bahwa hidup ini harus ada yang menjadi baik dan menjadi tidak baik.

Bahkan Tuhan sebagai bentuk ke-Maha Adilan-Nya bahwa Ia harus menciptakan Malaikan dan Iblis sebagai makhluk baik dan jahat, Jin dan Manusia sebagai makhluk gaib dan nyata, bahwa segala sesuatu diciptakan pastilah berpasang-pasangan. Alangkah Tidak adilnya Tuhan apabila tidak menciptakan sesuatu yang tidak berpasang-pasangan.


Dan didalam sebuah sociaty, pastilah ada yang menjadi baik dan tidak baik. Meski makna baik itu masih relatif, tapi tentulah setiap individu tidak ada yang menginginkan peran menjadi tidak baik. Namun untuk menciptakan keseimbangan didalam sebuah sociaty, haruslah ada yang mengisi lakon-lakon antagonis, penghianat, pembunuh, penjahat dan peran yang dianggap tidak baik lainnya.

Namun lakon-lakon ini tidak diperankan oleh orang-orang yang meninginkannya, melainkan mereka memerankannya adalah oleh karena berbagai sebab. Mulai dari alasan keadaan, keluarga, cinta, kepedulian hingga berbagai alasan lainnya. Dan umumnya alasanannya itu adalah baik. Bahkan bagi saya, seorang pencuri pun melakukan kejahatannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kebutuhan keluarganya, biaya anak-anaknya. Ini tentu bukan membenarkan perbuatannya, tapi saya melihat alasannya adalah baik, meski keinginan baik itu tidak selalu dilakukan dengan baik.

Mari kita memperhatikan dalam diri lebih jauh, kira-kira dalam lakon-lakon kehidupan ini, kita memerankan peran yang mana. Sebagai cendikiawan kah, agamawan kah, budayawan kah, penjahat kah, pencuri, pembunuh atau yang mana. Barang kali semua kita merasa sebagai pemeran yang baik, ibu yang baik, bapak yang baik, dll. Lalu bagaimana kita mengetahui sebenarnya kita berperan di lakon yang mana.

Meski ini bukanlah tolak ukur utama, namun kita bisa melihat dari vonis yang sociaty berikan kepada kita. Jadi selama ini didalam kebersamaan, kita kerap kali berada dilakon yang mana, sebagai komika atau cendikiawan, sebagai agawaman atau budayawan, sebagai protagonis atau antagonis.

Lebih mengerucut, pola yang sama juga berada di kelompok yang lebih sempit, circle yang lebih kecil, yaitu didalam hubungan kekeluargaan. Sadarkah kita, lakon seperti apa yang kita jalankan selama ini didalam keluarga kita. Apakah kita menjadi Bapak yang di takuti oleh anak, ataukah kita menjadi ibu yang selalu dirindukan. Apakah kita menjadi Kakek-Nenek yang selalu membela cucu, ataukah kita menjadi paman yang masa bodoh dengan keponakan.

Pada akhirnya, kesadaranlah yang akan membuat kita mengerti lakon apa yang sedang kita jalankan.

Share:

0 komentar:

Post a Comment