Kemajuan telah membawa kita terhadap banyak perubahan, tidak hanya di kota-kota besar namun juga hingga pelosok daerah. Pesatnya perubahan hingga cepatnya transformasi informasi merupakan salah satu kuci penting dalam perubahan tersebut. Sayangnya bagi sebagian lingkungan hal ini tak dapat mengobati dahaga pengetahuan, malah generasi dibius oleh peradaban.
Dahulu banyak hal ingin kuketahui, meski tidak semua dapat dijelaskan. Seperti bagaimana mantra bekerja, kenapa wewegombel menangkap anak-anak yang bermain saat magrib, kenapa kalo anak-anak makan kerak nasi jadi bodoh dan masih banyak lagi hal yang dilarang yang hampir sebagian besar tidak aku ingat lantaran sudah dilanggar.
Mungkin setiap daerah memiliki pantangan masing-masing, tapi aku rasa tidak akan jauh berbeda, baik hal yang dilarang hingga akibatnya.
Sebagai anak kecil yang penuh tanya dan rasa ingin tahu yang tinggi, tentu sejak mengenal hal-hal tersebut pertama kali telah membuat ku bertanya. Tapi sayang, tidak sedikit dari ingin tahu itu harus dipatahkan dengan kalimat sederhana, "anak kecil nurut orang tua saja","kecil-kecil banyak tanya","begitu kata orang tua" dan jawaban telak lainnya.
Mungkin alasannya karena orang tua tidak tahu jawabannya, tapi sangat disayangkan bahwa sejak dini orang tua sudah mulai membodohi anak-anaknya agar supaya sebagian yang dilarang pada anak dapat dinikmati orang tua, begitu sebagian jawaban yang aku dengar saat sudah beranjak dewasa.
Hal ini aku pun sempat sependapat, bahwa begitulah cara mereka membagi makanan dahulu, biar orang tua saja yang dapat kerak nasi, anak-anaknya dapat nasi pulen saja. Bahwa anak-anak saat sore atau magrib agar pulang, jangan main terus, saatnya belajar ngaji, meski harus ditakut-takuti dengan wewegombel. Dan berobat ke dokter selain mahal juga langka, jadi diobati dengan memberikan sugesti agar lebih tenang, yaitu melalui mantra. Faktanya sebagian hal tersebut memang nyata, namun sayangnya masih belum terjawab kenapa atau bagaimana alam bekerja, setidaknya bagi sebagian orang.
Seperti menolak pendapat orang tua, beralaskan kemajuan, banyak dari hal-hal tersebut mulai di tinggalkan, tidak dipercaya atau dianggap tahayul belaka, tidak relevan dengan kemajuan, tidak modern. Meski sebagian adalah merupakan identitas bangsa.
Pertanyaannya, perlukah hal tersebut ditinggalkan. Jika jawabannya "IYA" maka itulah yang diajarkan moderenisasi hingga kita tak akan berbeda dengan mereka, yang kita anggap moderen. Maka akibat nya, kita mulai krisis jati diri bangsa, identitas itu yang sebagian sudah kita tinggalkan.
Mungkin akan lebih baik jika dengan kemajuan yang ada, dengan segala daya upaya hingga kemajuan yang kita miliki, kita bawa hal yang dianggap kuno itu menuju kemajuan dengan cara dikaji, diteliti, kenapa kerak nasi dapat menyebapkan anak-anak tidak pintar, kenapa waktu magrib wewegombel keluar, kenapa mantra bisa membuat orang kebal dll.
Sekali lagi dengan kemajuan dan kecanggihan peralatan saat ini, harusnya akan membuat kita menemukan jawaban dari jawaban singkat orang tua dulu. Barangkali dengan mengkaji dan meneliti kita akan menemukan satu pengetahuan baru. Dengan demikian, kita tidak kehilangan jati diri bangsa, bahkan kita memiliki arti kemjauan versi bangsa sendiri.
0 komentar:
Post a Comment