Negara-negara Eropa,
yang kita kenal sebagai negara-negara dengan kualitas SDM yang hebat, teknologi
yang canggih dan negaranya yang kuat. Rata-rata negara-negara Eropa negara yang
maju, bukan berarti disana tidak ada masyarakat miskin, hanya saja disana lebih
banyak masyarakat yang maju. Tidak heran kenapa negara-negara Eropa menjadi
negara yang maju. Hal ini juga tentu tidak jauh untuk negara-negara bagian
Amerika. Jadi pertanyaan kita terfokus pada, bagaimana caranya menjadi negara yang maju dan hebat?
Kalau kita menjawab
ini, sebenarnya banyak faktor, banyak hal yang menjadi jawabannya, tapi secara
garis besar jawabannya adalah SDM yang berkualitas, saya rasa ini adalah benang
merahnya. Apa itu artinya di Indonesia SDM-nya tidak berkualitas? Tentu bukan
begitu maksudnya. Seperti yang saya tulis sebelumnya, terkhusus di Indonesia,
orang pintar itu banyak, orang profesional itu sedikit, orang jujur itu mahal.
Lalu seperti apa SDM
orang-orang eropa itu sehingga mereka maju.
Coba anda
perhatikan, buku-buku yang kita baca, buku-buku yang kita pelajari, teori-teori
yang kita dapat dibangku kelas, mulai dari teori matematika, rumus fisika dan
kimia, teori manajemen dan banyak lainnya. Pengertian-pengertian suatu
deskrifsi dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari itu semua yang menjadi
penggagasnya adalah orang-orang luar (Eropa atau Amerika). Tapi taukah anda,
itu semua bukan hanya teori belaka, itu semua bukan hanya omongan saja, tapi
itulah yang mereka lakukan, itulah yang mereka kerjakan. Jadi coba anda perhatikan
lagi, dari semua materi itu pasti ada contoh kasus atau mungkin hasil
penelitan, jadi semua itu adalah bukti bahwa apa yang mereka tulis dan mereka
katakan itu adalah apa yang mereka lakukan. Dan disinilah letak
perbedaan kita, salah satu faktor yang membuat negara kita Indonesia dan
kualitas SDM yang kita miliki sulit maju.
Orang luar sana
benar-benar mempraktekan apa yang mereka pelajari dibangku kelas, mereka
benar-benar percaya dan yakin dengan yang namanya teknologi, mereka yakin
dengan yang namanya analisa stastistik, lalu bagaimana dengan kita di
Indonesia. Bukannya tidak ada yang percaya dengan itu semua, tapi mayoritas
kita di Indonesia terlalu percaya dengan keyakinan, sehingga mengabaikan
hal-hal utama yang harusnya menjadi penunjang kesuksesan. Ya, inilah
prakteknya, inilah realitanya, percaya atau tidak.
Di Indonesia, orang
yang mau sukses lebih yakin dengan ajian-ajian empu gandring. Sebagai contoh,
seorang anak sekolah yang orang tuanya ingin lulus, dibawa berdoa ke
makam-makam para yang katanya orang alim, kemudian berdoa kepada Tuhan –
katanya – agar dimudahkan dengan lulus, setelah itu baru belajar yang rajin. Di
negara-negara besar dan maju, orang tua menyuruh anaknya belajar yang rajin,
memberinya les tambahan, melengkapi kebutuhan pendidikannya, itulah cara mereka
jika ingin anaknya lulus. Ini masih kurang, saat memulai ujian si anak
diajarkan untuk baca doa-doa dan mungkin semacam mantra, kalau di luar sana, si
anak diajarkan bagaimana memusatkan kosentrasi dan fikiran, bagaimana menciptakan
suasana hati dan fikiran yang tenang. Coba perhatikan bedanya.
Di dunia kerja,
orang Indonesia percaya dengan kalung yang dipakainya, dengan bacaan yang
dibacanya sebelum berangkat kerja, orang tidak akan marah sama dia, si bos akan
senang degannya, kalau ada musuh, ia sulit terkalahkan. Akibatnya, yang namanya
profesioanlisme bekerja, bekerja dengan baik dan lain sebagainya, itu seperti
diabaikan. Mungkin bahasanya terlalu keras, tapi realitanya seperti itu.
Bandingkan dengan orang luar negeri, mereka benar-benar bekerja dengan
profesional, bersaing dengan otak bukan matra, mereka menunjukkan ke bos hasil
kerja nyata, bukan cuma omongan saja, dan begitulah cara mereka mendapatkan
perhatian dari si bos.
Lihat saja, percaya
atau tidak banyak dari para wakil rakyat yang sebelum pemilu dimulai, mereka
mendatangi sejumlah tempat yang dianggap keramat, mereka melakukan sejumlah
ritual dengan harapan akan terpilih dan naik, bukan menunjukkan dan membuktikan
diri sebagai orang yang benar-benar bisa jadi pemimpin, bukan menunjukkan diri
sebagai orang yang benar-benar profesional. Hasilnya, kalau ada masalah atau
semacamnya, mantra dan segala macam keampuhan doa yang didapat dari si embah
lah yang dipercaya bisa dengan mudah mengatasi itu semua.
Dan terakhir didunia
usaha, ternyata prakteknya banyak orang yang percaya bahwa dengan segala macam
kehebatan dan keampuhan doa-doa dan ritual yang digunakan, mereka percaya
pelanggan dan pembeli akan datang degan sendirinya. Di luar negeri (Eropa dan
Amerika), mereka percaya dengan pelayanan yang maksimal, dengan kualitas yang
diberikan, dengan suasana yang nyaman, pelanggan dan konsumen akan menyampaikan
kabar gembira ke orang lain sehingga mereka tertarik untuk datang lagi, hal ini
terbukti dengan buku-buku yang mereka tulis, terbukti dengan segala teori yang
mereka ungkapkan. Lalu kita di Indonesia, masih saja menyimpan gulungan putih
itu, masih saja mendatangi orang-orang yang katanya pintar itu, meminta dan
memohon yang tidak jelas.
Dari sisi agama ini
jelas sudah tidak benar, baik dari cara dan juga hasilnya. Dan hasilnya, saya
katakan sekalai lagi kalau pun itu berhasil tidak akan pernah bertahan lama,
itu hanya sesaat saja. Kerja keras yang nyata, pelayanan yang maksimal, ramah,
jujur dan kotak kritik dan saran, itu benar-benar dipraktekan, bukan cuma jadi
pajangan atau teori saja.
Coba cek lagi,
inilah praktek yang masih berlangsung di Indonesia.
Pertanyaanya, kapan
Indonesia bisa maju?
0 komentar:
Post a Comment