Monday, 23 November 2015

Teori Mantra



Negara-negara Eropa, yang kita kenal sebagai negara-negara dengan kualitas SDM yang hebat, teknologi yang canggih dan negaranya yang kuat. Rata-rata negara-negara Eropa negara yang maju, bukan berarti disana tidak ada masyarakat miskin, hanya saja disana lebih banyak masyarakat yang maju. Tidak heran kenapa negara-negara Eropa menjadi negara yang maju. Hal ini juga tentu tidak jauh untuk negara-negara bagian Amerika. Jadi pertanyaan kita terfokus pada, bagaimana caranya menjadi negara yang maju dan hebat?

Kalau kita menjawab ini, sebenarnya banyak faktor, banyak hal yang menjadi jawabannya, tapi secara garis besar jawabannya adalah SDM yang berkualitas, saya rasa ini adalah benang merahnya. Apa itu artinya di Indonesia SDM-nya tidak berkualitas? Tentu bukan begitu maksudnya. Seperti yang saya tulis sebelumnya, terkhusus di Indonesia, orang pintar itu banyak, orang profesional itu sedikit, orang jujur itu mahal.
Lalu seperti apa SDM orang-orang eropa itu sehingga mereka maju.
Coba anda perhatikan, buku-buku yang kita baca, buku-buku yang kita pelajari, teori-teori yang kita dapat dibangku kelas, mulai dari teori matematika, rumus fisika dan kimia, teori manajemen dan banyak lainnya. Pengertian-pengertian suatu deskrifsi dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari itu semua yang menjadi penggagasnya adalah orang-orang luar (Eropa atau Amerika). Tapi taukah anda, itu semua bukan hanya teori belaka, itu semua bukan hanya omongan saja, tapi itulah yang mereka lakukan, itulah yang mereka kerjakan. Jadi coba anda perhatikan lagi, dari semua materi itu pasti ada contoh kasus atau mungkin hasil penelitan, jadi semua itu adalah bukti bahwa apa yang mereka tulis dan mereka katakan itu­ adalah apa yang mereka lakukan. Dan disinilah letak perbedaan kita, salah satu faktor yang membuat negara kita Indonesia dan kualitas SDM yang kita miliki sulit maju.
Orang luar sana benar-benar mempraktekan apa yang mereka pelajari dibangku kelas, mereka benar-benar percaya dan yakin dengan yang namanya teknologi, mereka yakin dengan yang namanya analisa stastistik, lalu bagaimana dengan kita di Indonesia. Bukannya tidak ada yang percaya dengan itu semua, tapi mayoritas kita di Indonesia terlalu percaya dengan keyakinan, sehingga mengabaikan hal-hal utama yang harusnya menjadi penunjang kesuksesan. Ya, inilah prakteknya, inilah realitanya, percaya atau tidak.
Di Indonesia, orang yang mau sukses lebih yakin dengan ajian-ajian empu gandring. Sebagai contoh, seorang anak sekolah yang orang tuanya ingin lulus, dibawa berdoa ke makam-makam para yang katanya orang alim, kemudian berdoa kepada Tuhan – katanya – agar dimudahkan dengan lulus, setelah itu baru belajar yang rajin. Di negara-negara besar dan maju, orang tua menyuruh anaknya belajar yang rajin, memberinya les tambahan, melengkapi kebutuhan pendidikannya, itulah cara mereka jika ingin anaknya lulus. Ini masih kurang, saat memulai ujian si anak diajarkan untuk baca doa-doa dan mungkin semacam mantra, kalau di luar sana, si anak diajarkan bagaimana memusatkan kosentrasi dan fikiran, bagaimana menciptakan suasana hati dan fikiran yang tenang. Coba perhatikan bedanya.
Di dunia kerja, orang Indonesia percaya dengan kalung yang dipakainya, dengan bacaan yang dibacanya sebelum berangkat kerja, orang tidak akan marah sama dia, si bos akan senang degannya, kalau ada musuh, ia sulit terkalahkan. Akibatnya, yang namanya profesioanlisme bekerja, bekerja dengan baik dan lain sebagainya, itu seperti diabaikan. Mungkin bahasanya terlalu keras, tapi realitanya seperti itu. Bandingkan dengan orang luar negeri, mereka benar-benar bekerja dengan profesional, bersaing dengan otak bukan matra, mereka menunjukkan ke bos hasil kerja nyata, bukan cuma omongan saja, dan begitulah cara mereka mendapatkan perhatian dari si bos.
Lihat saja, percaya atau tidak banyak dari para wakil rakyat yang sebelum pemilu dimulai, mereka mendatangi sejumlah tempat yang dianggap keramat, mereka melakukan sejumlah ritual dengan harapan akan terpilih dan naik, bukan menunjukkan dan membuktikan diri sebagai orang yang benar-benar bisa jadi pemimpin, bukan menunjukkan diri sebagai orang yang benar-benar profesional. Hasilnya, kalau ada masalah atau semacamnya, mantra dan segala macam keampuhan doa yang didapat dari si embah lah yang dipercaya bisa dengan mudah mengatasi itu semua.
Dan terakhir didunia usaha, ternyata prakteknya banyak orang yang percaya bahwa dengan segala macam kehebatan dan keampuhan doa-doa dan ritual yang digunakan, mereka percaya pelanggan dan pembeli akan datang degan sendirinya. Di luar negeri (Eropa dan Amerika), mereka percaya dengan pelayanan yang maksimal, dengan kualitas yang diberikan, dengan suasana yang nyaman, pelanggan dan konsumen akan menyampaikan kabar gembira ke orang lain sehingga mereka tertarik untuk datang lagi, hal ini terbukti dengan buku-buku yang mereka tulis, terbukti dengan segala teori yang mereka ungkapkan. Lalu kita di Indonesia, masih saja menyimpan gulungan putih itu, masih saja mendatangi orang-orang yang katanya pintar itu, meminta dan memohon yang tidak jelas.
Dari sisi agama ini jelas sudah tidak benar, baik dari cara dan juga hasilnya. Dan hasilnya, saya katakan sekalai lagi kalau pun itu berhasil tidak akan pernah bertahan lama, itu hanya sesaat saja. Kerja keras yang nyata, pelayanan yang maksimal, ramah, jujur dan kotak kritik dan saran, itu benar-benar dipraktekan, bukan cuma jadi pajangan atau teori saja.
Coba cek lagi, inilah praktek yang masih berlangsung di Indonesia.
Pertanyaanya, kapan Indonesia bisa maju?
Share:

0 komentar:

Post a Comment