Waktu SD, kita sering diajari yang
namanya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela. Kemudian disuruh menjawab
soal, biasanya kita diminta untuk menyebutkan contohnya. Saya adalah termasuk
orang yang tidak pintar waktu SD, percaya atau tidak saya masih salah dalam
menjawab pertanyaan tersebut. Namun belakangan saya mengerti tentang hal itu. Kemudian
diantara jawabannya adalah jujur adalah sifat terpuji, dan berbohong adalah
sifat tercela, setuju ya.
Namun sadarkah kita bahwa saat ini
yang namanya jujur itu sangat mahal, apalagi di negeri kita tercinta ini. Rupa-rupanya,
setelah saya amati, terkesan seperti kebohongan professional itu ternyata lebih
baik daripada kejujuran orang yang amatir. Bagaimana tidak, disaat kita jujur,
disaat kita mengatakan, menyampaikan yang sebenar-benarnya, anehnya itu tidak
dipercaya, bahkan karena orang itu adalah orang yang jujur tapi amatir, yaitu
dia tidak pandai didalam menyampaikan kejujurannya, ia dituduh berbohong. Beda dengan
orang yang berbohong, berhianat, dan penipu yang ulung, yang professional, yang
mahir, dengan segala daya upayanya, dengan segala kepintarannya, dengan segala
akal busuknya, ia membenarkan akan kejujurannya, dan seakan atasnya tersanjung,
terkesan dan kagum dengan kejujuran si pembohong. Aneh bukan.
Kebohongan yang professional,
dengan memakai jas dan dasi, lengkap dengan segala atribut dan gelarnya,
lengkap juga dengan segala dokumen-dokumen pendukungnya, menyampaikan dan
melaporkan ke atasannya, ke pusat atau ke masyarakat bahwa inilah biaya yang
diapakai, bahwa inilah hasil kerjanya, bahwa inilah keadaan dilapangan. Dokumen
yang dikemas rapid an selengkap-lengkapnya, sehingga tidak akan menimbilkan
tanda tanya terhadap hasil karya ini, meski bawahan tetap bekerja banting
tulang, meski banyak masyarakat yang menderita karena tidak mendapatkan haknya.
Sesama pembohong tidak akan saling bertanya, sesame pembohong akan saling
tolong menolong, yang penting mendapat bagian, yang penting transferan jalan. Lalu
korbannya adalah bawahan, masyarakat yang tak berdosa. Apakah karena bodohnya
bawahan sehingga tidak bisa menantang kebohongan atasan, atau apakah karena
tidak adanya daya dan kuasa dari masyarakat terhadap pejabat diatas sana. Ya,
orang yang diutus untuk menyampaikan keluh kesah dan aspirasi, lembaga yang
diharapkan menjadi tempat bernaung, sekarang sudah semakin tidak jelas, seudah
terkontaminsai oleh tetesan-tetesan kebohongan dan kemunafikan.
Lalu sijujur yang amatir, yang
tidak pandai menyampaikan kejujurannya, yang tidak memiliki bukti cucup untuk
mengatakan kebenarannya, masih dipertanyakan, dipersulit bahkan diabaikan. Tidak
jarang pula kejujuran itu dikambing hitamkan, yang akibatnya dikeluarkan bahkan
dihukum karena kejujurannya yang dianggap merusak kerajaan kebohongan. Betapa memprihatinkan
kondisi kita yang seperti ini.
Hal ini sudah lumarah terjadi
disegala bidang, kalangan masyarakat, dunia kerja, perusahaan-perusahaan baik
swasta maupun BUMN, kantor-kantor dinas, lembaga-lembaga, bahkan para
perwakilan rakyat dan para pemimpin rakyat yang terhormat.
Bukannya sok alim, sok
menceramahi, atau sok menggurui. Tapi sangat sulit, saya katakan sekali lagi
sangat sulit untuk menjadi orang yang jujur dan benar saat ini. Sungguh, suatu
bukti nyata bahwa dunia sedang mengalami kehancuran.
Tapi yakinlah, kejujuran dan
kebenaran pasti menang, sekalipun kita diam. So, jangan takut jujur.
0 komentar:
Post a Comment