Aku menemukan sebuah kalimat di beranda sosial mediaku yang cukup menarik. Kira-kira maksudnya seperti ini
JANGAN SAMPAI KARENA KALIMAT SEDERHANA ANDA, KEHIDUPAN SESEORANG MENJADI BERANTAKAN.
SEMULA
IA SANGAT NYAMAN DENGAN PEKERJAANYA, MERASA CUKUP DENGAN GAJI YANG
DITERIMA. LALU KARENA ANDA MEMPERTANYAKAN GAJI YANG DIA TERIMA, ANDA
MERASA GAJINYA SEPERTI TIDAK MENGHARGAI KERJA KERAS ATAU KARYANYA.
KEMUDIAN DIA REASAH DAN MULAI MEMPERTANYAKAN TENTANG GAJI DAN PEKERJAANYA.
SELANJUTNYA DIA DI PHK.
IA YANG TADINYA BAHKAN MERASA CUKUP DENGAN GAJINYA, KINI GARA-GARA KOMENTAR ANDA DIA MENJADI SEORANG PENGANGGURAN TANPA PENGHASILAN.
Membaca kalimat tersebut aku sempat tertegun. Mungkin aku termasuk yang sedikit banyak mengacaukan pikiran dan perasaan teman-temanku didalam dunia kerja, sebab aku adalah tipe orang yang tidak cepat merasa puas dengan rutinitas yang itu-itu saja, lebih-lebih tentang gaji yang aku dapatkan. Aku selalu menginginkan untuk mendapat harga yang maksimal untuk setiap pekerjaan dan karya yang aku bisa. Namun masalahnya, pikiran ini tidak bisa aku pendam dan sering kali aku utarakan diantara teman-temanku.
Mungkinkah aku juga menyebapkan keresahan diantara teman-temanku. Lalu mereka mulai merasa tidak nyaman dengan pekerjaanya, kemudian menuntut upah lebih yang tak kunjung dikabulkan. Singkatnya mungkinkah aku telah membuat onar diantara ketentraman pikiran mereka.
Sejenak aku merasa bersalah. Maaf kan aku teman-teman.
Namun kemudian aku berpikir kembali dan mempertanyakan kalimat itu.
Siapa yang menyampaikan kalimat itu.
Jika yang berbicara seperti itu adalah orang-orang top manajemen atau pemilik perusahaan, saya rasa wajar. Mereka tentu akan mempertahankan karyawan atau pekerja keras dengan hasil kerja terbaik namun mereka dapat membayar dengan harga yang minimal. Ini adalah aset penting buat mereka.
Secara tidak langsung, orang yang demikianlah yang telah mengexpose seseorang untuk dapat bekerja maksimal namun dibayar dengan harga minimal. Kemudian kita dibuat nyaman sehingga tidak perlu mempertanyakan segala sesuatunya. Lantas kita lupa siapa yang paling diuntungkan dalam hal ini. Bahkan kita pun lupa bahwa kita memiliki kemampuan lebih yang sayang untuk dipendam atau tidak dimaksimalkan untuk kebaikan kita sendiri.
Pertanyaan selanjutnya adalah : PERLUKAH KITA MEMPERTANYAKAN TENTANG HAL INI? APAKAH GAJI YANG KITA TERIMA SAAT INI SUDAH SEPADAN DENGAN KERJA DAN KARYA KITA? APAKAH HARUSNYA KITA BISA MENDAPATKAN LEBIH ATAU TIDAK? Dst
Bagi saya, mempertanyakan hal ini perlu. Namun jawaban kita tidak harus sama. Ada kala dimana kita harus mempertanyakan tentang pikiran kita sendiri, tentang pekerjaan kita, tentang hasil yang kita dapat dan seterusnya. Mempertanyakan bukan berati karena kita tidak bersyukur, hanya agar tahu kita berada di posisi yang mana.
Jika tidak pernah atau tidak ingin mempertanyakan hal tersebut, lantas bagaimana kita tahu bahwa kita tidak sedang dimanfaatkan oleh orang lain. Bagaimana jika sebenarnya kita punya peluang untuk berkembang dan maju sehingga menjadi lebih baik.
Saya meyakini setiap orang setidak-tidaknya memiliki satu kesempatan yang sama untuk menjadi versi terbaik dalam dirinya. Hanya saja, setiap dari kita memiliki keberanian yang tidak sama untuk bertindak.
Bagi saya, pimpinan atau bos yang baik adalah mereka yang mendukung bawahan atau karyawannya untuk mampu lebih baik, agar bisa mandiri, bahkan dapat memberi manafaat kebaikan kepada orang lain.
Kembali ke pembahasan awal tentang sebuah kalimat sederhana yang mungkin menciptakan kekacauan didalam fikiran kita. Perlukah hal itu. Sekali lagi saya katakan perlu, agar kita tahu kita berada di posisi yang mana. Menjadi orang yang mengikat, atau menjadi orang yang di ikat. Ataukah kita adalah orang yang bebas merdeka, setidaknya pada pikiran kita sendiri.
0 komentar:
Post a Comment