Monday, 9 September 2019

Jalan Aja Sendiri


Seringkali kita dipaksa untuk maju dalam berbagai kondisi. Tapi kurasa bukan karena kita enggan untuk bergerak dan mau maju, bukan pula karena sarana prasarana yang membuat kita kaku, atau jangan lagi pakai alasan lingkungan dan sederet alasan dimana suatu kondisi meminta kita untuk maju.

Sebuah penyakit klasik yang merupakan sumber kebodohan yang menyebabkan berbagai hal yang kurang terpuji mungkin masih erat melekat untuk kita, yaitu MALAS. Sebuah kata dengan berbagai macam penjabaran dan penyambungan yang berujung pada hal yang kurang berkenan demi sebuah kemajuan.

Kita mulai dari tugas yang diminta oleh guru kita, dosen kita, atasan kita atau sebuah keadaan yang memaksa kita untuk menyelesaikan nya, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana mengerjakannya. Sebenernya hal sederhana yang bisa kita pelajari dari sini adalah kita akan mendapatkan satu pengetahuan baru, bahkan bisa jadi karena sebuah tugas kita bisa mendapatkan banyak penggetahuan baru. Mungkin benar awalnya kita tidak tahu, akan tetapi saat ini ada banyak cara dan media untuk mencari tahu, seakan-akan lingkungan selalu mendukung kita untuk berkembang dan maju.

Selanjutnya kita misalkan diminta untuk melakukan sebuah kajian atau penelitian dan diminta untuk kesimpulan agar dilakukan sebuah tindakan. Dari yang semula kita tidak tahu dari mana kita akan memulai penelitian ini atau kajian ini, dari yang semula kita tidak mampu menjalin komunikasi dan relasi, dari yang semula kita tidak ingin membaca refrensi dan teori, dari yang semula kita tidak ingin mencatat dan menulis, perlahan kita paksa fisik ini bergerak, sedikit kita peras ide kreatif dari otak, dan berusaha terus bergerak, maka kita akan tahu berapa banyak proses yang telah kita lewatkan.

Maka tengoklah jalan yang telah kita tapaki. Bahkan mungkin kini kita siap untuk mendaki lebih tinggi. Atau sekarang bisa saja kita berkata "Gampang saja melalui jalan seperti ini".

Sekali lagi, bayangkan dan renungkan berapa banyak kesempatan yang telah kita lalui, tengok lah sekali lagi sampai dimana kita berjalan kini.

Jika memang saat anda berjalan tak menapaki kaki, apa kini anda tau jalan kembali. Barang kali nyali anda ciut saat melihat pendakian yang lebih tinggi, atau masih berharap ada tumpangan jalan ke puncak tertinggi.

Share:

0 komentar:

Post a Comment