Thursday, 30 May 2019

MEMPROTES TUHAN


Suatu ketika saat aku bertemu temanku di pinggir sungai. Aku tahu ia baru saja lulus dari sekolah menengah atas, dan saat ini ia sedang bekerja di sebuah perusahaan yang baru berkembang di dekat kampung kami. Saat itu ia di telpon oleh seseorang - mungkin bosnya, lalu kami mendengar percakapan mereka dari loud speaker hapenya.

Dari percakapan tersebut, ia diminta untuk membawa beberapa orang yang sekiranya bisa bekerja di tempat bosnya. Lalu tawaran itu diberikan kepada seseorang di antara kami sebelum ia mencari orang lain, hanya saja teman itu masih meragukan kemampuannya untuk bekerja di tempat bos teman kami ini.



Ia bermaksud mengambil pekerjaan kali ini untuk moment lebaran yang akan tiba sebentar lagi. Hanya beberapa minggu untuk 3-5 juta dan perkiraanya itu cukup untuk modal lebaran. Padahal lebaran dari hari itu kurang lebih tinggal 2 minggu lagi. Lalu aku membayangkan, betapa mudahnya ia mencari uang, bahkan dalam jumlah yang begitu besar hanya dalam beberapa minggu saja. Aku memang tidak tahu pekerjaan apa yang ia kerjakan disana, mungkin itu setara dengan resiko kerjanya, atau mungkin juga memang ia sedang bernasip mujur.

Lalu muncul perasaan sombong dan tak tahu terimakasih ingin memprotes terhadap Tuhan setelah semua yang aku miliki saat ini - yaa memang sih tidak terlalu banyak dan tidak mewah. Akan tetapi aku membayangkan betapa mudahnya teman ku ini mendapatkan nilai yang begitu besar dalam hidupnya, lalu hasilnya ia pakai untuk bersenang-senang dan menikmati hidup. Alangkah bahwagianya ia, ku pikir.

Lalu beberapa cerita serupa juga ada. Seseorang yang dulunya adalah pereman, sekolah kerjaannya hanya tawuran, dan kini dia menjadi seorang aparatur negara, di gaji oleh pemerintah. Dan ku teringat cerita seorang teman, dimasa kuliahnya ia sangat jarang masuk kuliah, beberapa ujian pun ia tinggalkan, hingga ancaman DO ia dengarkan. Akan tetapi, ia bisa lulus tepat waktu bahkan dengan nilai yang baik.

Apa kabar temanku yang saking ingin bekerja sampai ia tak tahu dirinya di tipu, bahkan ia menipu karena tertipu. Teman-temanku yang terus dan terus berjuang dibawah terik matahari diantara deraian asap dan debu, hanya mengejar tanda tangan kontrak demi masa depan cerah yang di kabarkan. Lalu mereka yang bangun teramat pagi dan pulah jauh malam dengan label reskio jam kerja, juga mereka yang jarang lebaran di rumah kadang tak pulah hingga bertahun lamanya. Mereka yang teramat ingin membahagiakan orang tua dan keluarga, hingga kini masih berjuang.

Andai ada kesempatan untuk memprotes Tuhan, tapi sayang berkatapun tak kuasa, apalagi memiliki asa. Sungguh, kenyataan hidup yang penuh drama yang kita tak tahu ujungnya seperti apa.
Yang pasti, perjuangan selalu berbuah manis. Semoga kita dapat terus berjuang atas nama kebaikan.
Share:

0 komentar:

Post a Comment