Tuesday, 19 February 2019

Apa Jawaban Yang Kau Berikan??

Saya mengajukan satu pertanyaan yang sama kepada beberapa orang yang berbeda, dengan latar  belakang yang berbeda-beda, mulai dari orang tua saya sendiri, yang dibilang berpendidikan, ibu rumahan, teman seperjuangan, teman kuliah dan beberapa latar belakang lainnya lagi.

Pertanyaan saya cukup sederhana, jika saya bekerja di sebuah perusahaan ternama, dengan gaji yang cukup dan jam kerja yang tidak terlalu kaku, jabatan hanya staff OS biasa yang sewaktu-waktu bisa kena pecat, akan tetapi saya mendapati resiko tekanan batin yang amat sangat mendalam. Tekanan yang saya maskud adalah dimana gampangnya menerima sebuah bayaran dari hal yang harusnya tidak dibayarkan, dimana mudahnya menerima imbalan dari sebuah hal yang semestinya bukan hak saya. Lalu apa yang harus saya lakukan, akan kah saya bertahan meski batin menolak, atau saya keluar meski belum ada jaminan diterima di tempat kerja lain, atau meminang kerjaan lain dengan bayaran lebih meski disana ada tekanan batin juga.


Maka banyak sekali jawaban yang saya terima. Mulai dari teman saya yang menyarankan untuk melepas saja dan coba pekerjaan lain, siapa tau walaupun tidak ada yang tau, bahwa pekerjaan lain memang lebih cocok. Yaa walaupun siapa yang tau mungkin aku tidak akan berkerja karir lagi. Kan judulnya siapa yang tahu. Akan tetapi pengalaman tidak dapat dibeli dengan nilai berapapun.

Lalu aku datang kepada seorang yang beragama, menayakan hal yang sama, kemudian aku diberikan jawaban telak yang membuat aku tidak bisa berkomentar banyak. Jangankan di dunia kerja konvensional (mungkin seperti itu), di tempat kerja yang mengatas namakan agama saja hal-hal semacam itu menjadi sebuah kewajaran, mewajarkan hal yang tidak sewajarnya. Ya, tiada lain dan tiada bukan, halal hanya label, dalam kemasan siapa yang tahu. Betapa terkejutnya aku menerima jawaban ini. Sehingga akupun tidak puas dengan jawaban ini, lalu aku mencari jawaban lain lagi.

Maka aku tanyakan pada ibu-ibu rumahan yang sedang duduk berbincang, ceritanya betapa sulit kehidupan yang ia jalani, anak-anaknya sulit mendapat kerja, taunya hanya minta saja, bahkan mereka bernai akan bayar lebih untuk anaknya diterima di sebuah perusahaan jika memang itu diperlukan agar anaknya bisa bekerja.

Kutanyakan kabar teman-temanku yang ada di negeri rantauan sana, apa kabar mereka, bagaimana kerjaanya, bagimana rasanya, apa yang kalian alami disana. Ceritanya menarik, disana kerja dengan bayaran tinggi, makan mewah, kebutuhan cukup, teman banyak, akan tetapi mereka bekerja jauh hanyalah untuk pulang menikmati secangkir kopi.

Aku berfikir, betapa beruntungnya teman-temanku, mereka masih muda, perjalanan karir masih panjang, dan kini mereka sudah menyandang status pegawai negeri. Akan tetapi, kehidupan orang siapa yang tahu. Nyatanya, banyak juga dari mereka yang punya mobil mewah, rumah bertingkat, usaha yang terlihat maju, tetapi SK dijaminkan ke bank, sertifikat di jaminkan ke bank. Hingga akupun teringat cerita temanku yang bekerja di bank agar selalu menyarankan orang untuk melakukan itu, meski ia tahu bahwa hutang yang diberikan hanyalah untuk mendapatkan keuntungan, dan hutang itupun tak dipernekankan, kata mereka yang dibilang beragama.

Lalu aku berfikir kira-kira dimana aku sekarang. Jika ada orang lain yang datang padaku dan menanyakan hal yang sama, jawaban mana yang aku berikan. Karena aku tahu, satu pertanyaan memiliki jawaban yang berbeda-beda dari orang yang berbeda pula.
Share:

0 komentar:

Post a Comment