Ungkapan
sederhananya adalah “Orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya sukses”,
tapi definisi sukses disini antara anak dengan orang tua terkadang menyilang.
Selama ini, orang tua selalu membayangkan seorang anak dianggap sukses saat dia
memakai baju kemeja dengan celana kain yang licin dan halus, dan penampilannya
dianggap sempurna saat dia memakai dasi dan jas. Masa bodoh dengan angka yang
masuk ke rekening saat akhir bulan atau slip yang diterima, itu bukan ukuran.
Hal ini bagi seorang orang tua.
Tapi tahukah
kalian wahai orang tua ku, orang tua kami para anak. Bahwa sebenarnya setiap
dari kami tidak pernah mengininkan penampilan yang sempurna ini, yang kami
inginkan adalah angka yang memuaskan diakhir bulan dan slip yang jumlah
digitnya lebih banyak. Ini yang membuat kami bahagia.
Dan untuk saudara
saudari senasip, hal ini akan sangat sulit kita dapat saat kita memakai semua
atribut itu. Bahkan, tidak sedikit dari kita yang telah menghabiskan banyak
sisa umur di instansi ini, menghabiskan banyak waktu, sering pulang larut,
kerja keras tetapi tidak mendapatkan bayaran yang dianggap sepadan. Dan sangat
kecewa saat melihat orang lain yang terlihat lebih santai tapi hidupnya
sejahtera.
Jadi sekarang,
saya mencoba berfikir untuk menjadi pengusaha, bukan pegawai. Dan rata-rata,
saat seorang anak mengutaran fikiran bodohnya ini kepada orang tuanya,
rata-rata juga orang tua akan menolak anaknya untuk menjadi pengusaha. Mereka
masih saja berharap anaknya memakai kostum yang rapi dengan sepatu yang licin,
tiap pagi pergi dan pulang sore bahkan malam.
Bahkan demi hal
ini, banyak mahasiswa yang setelah lulus harus menunggu lama, lamanya hingga
bertahun-tahun untuk menerima panggilan wawancara kerja yang hasilnya lebih
sering ditolak. Kalaupun diterima, kadang kerjaan itu tidak sesuai keinginan.
Dan aku masih
ingin menjadi pengusaha, tetapi orang tua tidak menginkan hal ini.
0 komentar:
Post a Comment